Cakrawala dan Sapa Alam Kepadaku | Puisi-Puisi Aria Bagus Iyana

 

Sapa Alam Kepadaku

Aku sendiri,
termenung dalam lamunan yang memuakkan
menunggu sang kekasih alam menyapaku
 
Siulan perkutut di atas dahan jati nan rimbun
meninggalkan kisah sedih para kekasih
oh deru air mengalir tak kesudahan menggambarkan kegelisahan para penikmatnya
daun-daun bergesekan dengan riuhnya demi kasih pujaan
 
Syahdu, nikmat tiada tara
sembari meninggalkan segala hal yang melekat dalam diri
Mengasingkan dari keramaian duniawi.
Oh kasih pujaan,
peluklah aku dalam kesendirian
 
Ngawi, 07 April 2022

Samudra Pujaan

Oh sang agung nan perkasa
dalam kesendirianku sang mawar berucap kepadaku:
Kemarilah kekasih, dekatkan dirimu kepadaku
Akulah mawarmu yang merindu.
 
Debur sang angin membelai centil manjamu
menjamah lembut tubuh anggun gunung pencakar langit
oh hangat, hidup, dan penuh hasrat
aku menerimamu dalam peluk para pencinta
 
Oh sang welas asih
dalam ketidakberdayakanku, sang samudra berucap kepadaku:
Kemarilah kekasih, arungilah samudraku
Akulah samudra nan luas yang akan menerimamu.
 
Cakrawala melekat mesra dengan para gadis-gadis gemintang
bermanja ria penuh hasrat sang perkasa
oh pujaan, 
aku suka kerling matamu nan menggoda genit bak gemintang ayu bertaburan,
banyak nian gadis bintang ayu tapi hanyalah virgo pujaan.
 
Ngawi, 08 April 2022

Cakrawala

Cahaya rembulan merabaku
Dalam keheningan malam
Penuh pasrah dan ketidakberdayaan
Dalam sujud-sujud tarawih
 
Oh kuasa-Mu sang pujaan
Oh Kanjeng Rasul kekasih kurindukan
Oh cakrawala rembulan
Kejernihan dan keteduhan
 
Aku perlambang kesendirian
Di pojokkan oleh keramaian fitnah
Dalam hening malam
Di ujung dunia
Mengalirlah cahaya rembulan
Kekasih, menyenandungkan lagu rindu.
 
Ngawi, 10 April 2022 

Pujaan

Aku teringat pada-Mu
Dalam tasbih-tasbih kecil aku berharap lebih
Kesendirian telah mengajariku untuk jatuh cinta lebih dalam
Penuh rahasia dan kepasrahan
 
Sekali lagi aku teringat pada-Mu
Dalam langkah gontai tak berdaya
Oh aku sungguh haus tak berdaya
Berharap setitik embun pagi menyapa
Oh pujaanku, kemana lagi aku harus mencari-Mu
 
Aku dalam pelukan kesendirian dan rasa lapar
Akulah Qais itu, 
yang mengemis darma sang kaya agung nacantik.
Dekaplah aku,
aku dingin, 
aku lapar.

Oh kasih,
aku tak mampu, tak berdaya,
Aku rindu,

Ngawi, 10 April 2022

Catatan Diri

Aku menulis dan terus menulis
entahlah baik dan buruk, aku tetaplah menulis
bait demi bait aku rajut santun
berharap lebih atas apa yang ditulis
 
Bait demi bait tersusun rapi
dalam keremangan diri atas keberadaanku
aku tak berdaya;
saat sekeliling tak mendukung 
aku diam seribu kata
dan tetap menuliskannya
 
Aku tetap menulis;
dimuat atau tidak,
dikirim atau tidak,
aku tetap menulis,
karena menulis adalah aku,
aku adalah tulisan.
 
Ngawi, 07 April 2022

Ditulis oleh Aria Bagus Iyana. Seorang laki-laki yang dihinggapi minat tentang kajian tasawuf, sastra klasik, akhlak, filsafat. Saat ini singgah di Ngawi, Jawa Timur. Jika ingin bersilaturahmi bisa menyambangi akun IG: @cak_Aryakamandanu, FB: Cak Arya Kamandanu, dan Twitter: Cak Arya Kamandanu

Editor : Pemulung Rasa

About the Author

Ruang Bertukar Pikiran, Kenangan, dan Kegelisahan

Post a Comment