LELAKI DI
PADANG PASIR
:buat Mahmoud
Darwish
Mula-mula
malaikat terbata-batamengeja kata demi kata
yang ringkih digoda waktu
di pangkal peluru, menggigil beku
masihkah keajaiban menghangatkan-Mu?
dari puisi, dari penjara, dari sepotong roti
yang dimasak leluhur tanah ini
mengapa tatapan-Mu semakin sepi,
sangsi?
Hari ini, darah
dan tangisan melukis tubuhnya
di reruntuhan, di angkasa, di meja pemerintah
penuh debu dan bau fosfor berwana merah
ketakutan menjelma zaman,
di reruntuhan, di angkasa, di meja pemerintah
penuh debu dan bau fosfor berwana merah
ketakutan menjelma zaman,
mengakar di tanah yang
tandus
di mana-mana
di mana-mana
anak-anak menyeka kematian
membakar jiwa dan menggambar altar
berdoa, membaca mantra,
membakar jiwa dan menggambar altar
berdoa, membaca mantra,
tangan dikepal
nyalinya stabil
tirakat kehidupan menyalib awan-awan
dan doa-doa melahirkan makna lain
dari rongga kalimat yang lalim
semua tertuju,
nyalinya stabil
tirakat kehidupan menyalib awan-awan
dan doa-doa melahirkan makna lain
dari rongga kalimat yang lalim
semua tertuju,
terwujud di lautan pasir.
Sekarang
malaikat telah percaya
darah dan kematian itu nyata
pohon-pohon musim gugur
kembali lahir dari rahim
kata manusia yang menari-nari
mencari makna.
2023
SAJAK YANG
LAIN
Masih tersisa dari kata
dalam puisi-Mu yang kalah
Suara-Mu mewujud di sisi luka
yang mikraj,
menggembala
doa-doa
dengan angin musim gugur
yang menggapai kesuburan
fatamorgana,
Diledek udara
sampai kematian menyeru
manusia untuk pulang,
Bersama-Mu
--berasama puisi-Mu
2023
malaikat telah percaya
darah dan kematian itu nyata
pohon-pohon musim gugur
kembali lahir dari rahim
kata manusia yang menari-nari
mencari makna.
SAJAK YANG
LAIN
: dipengaruhi
Mahmoud Darwish
Masih tersisa dari kata
dalam puisi-Mu yang kalah
Suara-Mu mewujud di sisi luka
yang mikraj,
menggembala
doa-doa
dengan angin musim gugur
yang menggapai kesuburan
fatamorgana,
Diledek udara
sampai kematian menyeru
manusia untuk pulang,
Bersama-Mu
--berasama puisi-Mu
2023
Baca juga Puisi-Puisi Ahmad Rizki lainnya.
SEBUTIR PASIR
: dipengaruhi
Mahmoud Darwish
Barangkali, puisi satu-satunya keadilan
yang berdiri di balik kecamuk panjang
mengukir hati, kematian dalam keanehan
puisi begitu riang suaranya
sebutir pasir kebenaran yang muskil diterka
dan tak pernah didengar suaranya
selain keheningan yang berwajah penderitaan
2023
TASLIM
--tilka
aayaatul-kitaabil-mubiin
Telah kubaca nama-Mu
dari makna yang rahasia
dari bulat udara di dunia
dan seolah-olah sunyata
o, amat nyata!
Hasta dan jarak
itu sekadar istilah
dan apa berharganya waktu hidup manusia?
itu jelas, karena telah kubaca beberapa nama.
Telah kubaca wajah-Mu
dari hati manusia yang lugu
bersemayam di mutmainah
namun, tidak sebenar-benarnya pasrah
manusia membaca
--saling membaca--
di antara keramaian yang celaka
Langkah yang tak terarah ini
menuju ke mana entah
tapi terus berjalan
dan sungguh-sungguh berjalan
dalam keraguan yang sentosa
Telah kubaca nama-Mu
dari makna yang rahasia
dari bulat udara di dunia
dan seolah-olah sunyata
o, amat nyata!
dan apa berharganya waktu hidup manusia?
itu jelas, karena telah kubaca beberapa nama.
Telah kubaca wajah-Mu
dari hati manusia yang lugu
bersemayam di mutmainah
namun, tidak sebenar-benarnya pasrah
manusia membaca
--saling membaca--
di antara keramaian yang celaka
Langkah yang tak terarah ini
menuju ke mana entah
tapi terus berjalan
dan sungguh-sungguh berjalan
dalam keraguan yang sentosa
Telah kubaca nama-Mu
dari makna yang rahasia
dari bulat udara di dunia
dan seolah-olah sunyata
o, amat nyata!
Kata-kata yang
berdusta
bermukim di udara, di kepala
--di jiwa--
curiga! putus asa!
Itu jelas, karena beberapa nama
muncul sebagai sosok manusia!
Manusia ke sana-sini
membaca itu-ini
melihat itu-ini
di luar-dalam
di kebahagiaan-kekalutan
sambil terengah-engah menuju tiada
Maka, telah kubaca nama-Mu
dari makna yang rahasia
dari bulat udara di dunia
dan seolah-olah sunyata
o, amat nyata!
Walau kenyataan itu tak ada.
2023
bermukim di udara, di kepala
--di jiwa--
curiga! putus asa!
Itu jelas, karena beberapa nama
muncul sebagai sosok manusia!
Manusia ke sana-sini
membaca itu-ini
melihat itu-ini
di luar-dalam
di kebahagiaan-kekalutan
sambil terengah-engah menuju tiada
Maka, telah kubaca nama-Mu
dari makna yang rahasia
dari bulat udara di dunia
dan seolah-olah sunyata
o, amat nyata!
Walau kenyataan itu tak ada.
2023
Ditulis oleh Ahmad Rizki. Lahir di Tangerang 1999. Alumnus Sastra Indonesia, UNPAM. Saat ini tengah sibuk menggelandang, membersamai, dan menikmati hidup di sekitran Ciputat. Beberapa puisi omong kosongnya kebetulan termaktub di media daring dan cetak. Buku puisi yang terlanjur terbit, Sisa-Sisa Kesemrawutan (2021) dan Sebuah Omong Kosong Cinta Masa Remaja (2022). Informasi tambahan dapat ditemui di kanal Instagram @ah_rzkiii