LAMPU
Sebuah lampu jalanan,warnanya kuning,
redup, meraih birahi zaman purba
dengan tawa ironis.
Cahayanya,
menyala tanpa harapan,
bagian atasnya menyerupai kepala dewa
yang tertawa di balik anggur tua.
Riak-riak jiwa manusia,
terpampang di dalam cahaya itu,
sebuah aura dari masa-masa
sebelum terjadi peperangan.
Gagah dan megah,
seperti minuman keras yang terus mengalir,
menuju sempurna,
tapi terlupakan di sudut gelap ruangan.
Sehelai kenangan dengan corak keberuntungan,
lalu tenggelam dalam kisah-kisah tak terucap.
Di dalam lampu itu,
kita akan menguning,
menjadi hening
di tengah jeritan kota.
Melebarkan poros cahayanya,
auranya, cakrawalanya,
menantang kegelapan
dalam langkah-langkah mabuk kehidupan.
Hai, lampu jalanan berwarna kuning,
apa yang engkau ketahui?
Aku tahu
bahwa hitungan waktu itu
tak lebih dari segelas alkohol
di tengah malam.
Saat segala cahaya
diupayakan memasuki jiwa kita,
tersesat di antara botol-botol kosong.
2023
IMPRESIF
aku menyelinap pergi(di hujan Desember)
mengorbankan keyakinan
tertusuk oleh angin
saat membubarkan kegelapan.
Pandai-pandai, aku merasakan
realitas tercium dalam napas di tubuhku
dan kini tiba saatnya
membiarkan hujan menyucikan kepalaku
tanpa penolakan, tanpa perlawanan
aku pasti pergi
melalui lorong berliku dan ragu
tenang--cinta yang terdistorsi
telah bersatu di dalam jiwaku--
aku tidak berkeberatan
meninggalkan diriku sendiri
sejauh orang Arab menundukkan
gurun pasir, merayapi
sepanjang jalan waktu.
2023
SEKARANG SAATNYA GUE MULAI MELUPAKAN DAN MENGINGAT
Pada sore yang menyebalkansatu dua udara berupaya
(sekadar) menghadirkan puisi-puisi cinta-cintaan
yang pernah kita hafal dengan air mata
dari ingatan yang disimpan
di taman, warung makan,
atau tempat yang tak masuk
dalam hitungan masa depan
Gue mulai mencatat di lembar kosong
sisa-sisa kenangan,
dan mengutip
beberapa puisi liris
di ujung nada dan kalimat
yang mengandung udara sesak
Catatan-catatan
yang muskil gue berikan
atas dasar cinta dan pengorbanan.
- - - - - - - - - - -
Gue tulis di larik pertama
dan gue nyanyikan itu di kepala
gue cermati nada-nadanya
makna yang lepas dari keindahan
dari bait ke bait cinta remaja
dan meyakini semuanya
apa perlu kita ulangi?
Gue bayangin nanti
menjadi priyayi, orang gedean,
dan bisa berjumpa
seperti puisi itu
apa masih ada waktu?
- - - - - - - - - - -
Sekarang, gue dengerin puisi itu
memancar ke langit jauh
dari aura di masa lalu
Suara puisi itu
tak pernah datang sendiri
berupaya mengingat
dan melupakan
Dan puisi itu agaknya pernah di jiwa,
tapi rasanya gue lupa
kalau pernah ada
ketika kita membacanya
dengan bahagia
--dengan air mata
dengan upaya mengingat dan melupakan
satu hal yang pernah kita sebut sebagai kenangan.
2023
- Baca juga Puisi-Puisi Karya Abdul Turganev lainnya
- Jangan lupa baca juga ragam PUISI lainnya biar hidupmu tidak begitu-begitu mulu.
Ditulis oleh Abdul Turgenev, biasa dipanggil Turge. Penikmat musik klasik dan novel remaja. Sekarang sibuk menghabiskan waktu membaca hidup dan buku-buku bekas peninggalan keluarga, pun menulis puisi di Instagram, Turge