Sajak Biru dan Puisi Lainnya | Pitrus Puspito

Hidup tak mungkin menuliskan dirinya sendiri. Ia menyerahkan setengah lusin jarinya kepada kata kerja dan kalimat-kalimat majemuk.

Sajak Biru

Kau biru

yang berharga adalah sinar di matamu

dinyatakan pada serona di udara

yang luput dari kuas para perupa

 

Kau biru

yang bermakna ialah klausa di bibirmu

senada tangkai bunga kencana ungu

yang tak terbaca oleh si pujangga

 

Kau biru

hari ini diikrarkan kembali 

segenap asa, segenap mimpi

seluas samudra, selangit nan tinggi

 

Kau biru

sudah terlanjur biru

 

(2025)


Baca juga beragam PUISI karya para penyair.

Salinan Cuaca

Malam 

tersusun dari banyak lelah pasi:

salinan cuaca hari ini, 

berita politik di televisi

polusi suara tanpa arti, 

dan dedoa penuh ambisi.

 

Langit senja 

didominasi warna gelap 

dan rindunya telah lama 

kehilangan harap.

 

Sementara waktu 

serupa lilin mulai dinyalakan

habis membakar diri sendiri.

 

(2021)


Baca juga beragam pemikiran di HIBERNASI

Mensiasati Hidup

Hidup tak mungkin menuliskan dirinya sendiri. 

Ia menyerahkan setengah lusin jarinya 

kepada kata kerja dan kalimat-kalimat majemuk.

Seseorang menunda menjadi dewasa

karena tahun-tahun tampak rahasia baginya.

Tidak ada kata dan puisi yang menuntunnya. 

Ingatan tak dapat memindahkan wangi jeruk

yang sama kepada hidungnya.

Penciuman hanya terusik oleh semerbak udara 

paling asing atau hidup yang semakin bising.

 

(2023)


Jika engkau ingin berenang dalam samudra rasa dan pikiran, sila sambangi TETES EMBUN


Ditulis oleh Pitrus Puspito, guru Bahasa Indonesia dan penikmat seni. Selain menulis puisi dan cerita anak, ia juga menulis esai dan artikel ilmiah. Buku yang telah terbit yakni kumpulan puisi berjudul Yang Hilang (2018) dan Menyayangi Ingatan (2019) yang diterbitkan oleh Bening Pustaka Yogyakarta. 

About the Author

Ruang Bertukar Pikiran, Kenangan, dan Kegelisahan

Post a Comment