- Where there is a will, there is a way. -
Siapa yang tak
kenal Napoleon Bonaparte? Nama itu pasti sudah sangat lekat di telinga. Beliau
merupakan salah satu pemimpin militer paling cerdas dalam perjalanan sejarah sampai
hari ini. Prestasinya mulai diperhatikan orang semenjak 1793, ketika memimpin
serangan terhadap Inggris yang menduduki pelabuhan Toulon.
Pada 1795 Napoleon
mengakhiri pemberontakan Paris. Pasukannya memenangkan pertempuran di Italia.
Pada 1799, beliau menjadi penguasa berkat bantuan pasukannya. Napoleon
mengangkat dirinya sebagai Konsul Pertama (satu dari tiga pemimpin tertinggi
Prancis pada 1799-1840) dan memulihkan pemerintahan yang kacau akibat Revolusi
Prancis.
Dalam sebuah
upacara mewah (1840) Napoleon Bonaparte menobatkan diri sebagai Kaisar Prancis.
Beliau melakukan perubahan sosial, meletakkan dasar bagi sistem hukum,
pendidikan, dan keuangan. Puncak kesuksesannya yakni ketika 1812 Napoleon
memerintah Eropa dari Baltik hingga selatan Roma. Kaum kerabatnya memerintah
Spanyol, Italia, serta sebagian Jerman.
Sebagian Swiss
dan Polandian pun turut dikuasai Prancis. Sementara Denmark, Austria, dan
Prusia menjadi sekutunya. Sayangnya, kekaisaran Napoleon harus berakhir dengan
kekalahannya dari Inggris dan Prusia di Pertempuran Waterloo pada 1815. Akibat
pertempuran tersebut, Napoleon diasingkan di Pulau Elba yang terletak di
Altantik Selatan
Napoleon yang
memiliki jiwa ksatria tidak menganggap kekalahan dan diasingkannya sebagai
keterpurukan dan akhir dari segala perjuangannya. Dari ruang pengasingan
tersebut, Napoleon masih mengirim beberapa pesan yang menggambarkan rasa
cintanya terhadap negeri yang telah mengasuh dan diperjuangkannya. Pengasingan
tersebut hanya mampu menjauhkan Napoleon dari negerinya namun tidak bisa
menjauhkan jiwa dan cintanya terhadap negerinya.
Kisah sukses
Napoleon tentu tidak datang begitu saja. Ada satu cerita menarik yang mungki
luput dari perhatian yakni kisah masa kecil Napoleon Bonaparte ketika masih
duduk di bangku sekolah dasar. Setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah,
Napoleon selalu menyempatkan diri mampir ke barak tentara. Di barak, Napoleon selalu menukarkan bekal sekolahnya
dengan rasum jatah tentara. Alasannya sangat sederhana, kalau mau menjadi
tentara, dirinya harus membiasakan makan rasum tentara.
Entah pemikiran
seperti itu lahir dan tumbuh dari mana. Nyatanya, semesta menggerakkan hal
tersebut di usia dewasanya. Hal tersebut bukanlah kebetulan, sebab sudah sangat
jelas jika Gusti jauh lebih mengetahui apa yang ada di dalam hati setiap
hambanya. Mungkin kebulatan niat, cita-cita, dan tekad tersebut yang menjadikan
semesta memperjalankan dirinya dengan penuh kenangan.
Hal tersebut
bisa dikatakan sebagai sebuah kajaiban dan tekad yang mungkin hanya dimiliki
oleh segelintir manusia. Di Indonesia, salah satu sosoknya yakni Jendaral Soedirman. Meski beliau menderita
sakit parah, tetapi semangat memimpin perang geriliya dari atas tandu sungguh
luar biasa. Beliau teguh bertahan menyelesaikan tugas yang diamanahkan kepada
dirinya. Kondisi fisik yang lemah tidak menjadi penghalang dalam menyusun
kekuatan mengusir penjajah yang bengis. Inilah salah satu kualitasnya yang
menjadikan dirinya sebagai sosok yang selalu dihormati dan dipercaya rakyat.
Salah satu
kalimat Jendral Soedirman yang sangat menggetarkan kalbu bagi pendengar atau
pembaca yakni kata-kata beliau kala meminta izin kepada Presiden Soekarno untuk
memulai geriliya untuk menghancurkan mental Belanda. Kala itu sesaat setelah bombardir
Pasukan Belanda di Yogyakarta, Soekarno berkata, “Kang Mas sedang sakit, lebih
baik tinggal di kota.” Permintaan
tersebut ditolak mentah-mentah oleh Jendral Soedirman, “Yang sakit Soedirman,
Panglima Besar tidak pernah sakit.”
Beliau dihormati, dihidupi jiwanya, dipercaya masyarakat, dan selalu dikenang karena perjuangan dan ketulusannya, bukan karena menjilat seperti yang dilakukan banyak tokoh akhir-akhir ini. Keterpurukan, keterasingan, dan pesakitan bukanlah sebuah alasan untuk tidak berjuang dan bergerak. Hal tersebut justru merupakan pemicu bara api yang kian berkobar dalam menapaki kehidupan di mayapada ini.
*Redaksi