Persimpangan (Jalan) Hidup |
Persimpangan adalah keniscayaan dalam
ujian keparipurnaan kedewasaan hidup, meski hal tersebut tiada henti sampai
kelak mati.
Ketika seseorang
sudah melewati usia dewasa, pasti akan mengalami berbagai persimpangan dalam mengambil suatu keputusan dalam hidupnya. Biasanya, makin usia bertambah, maka persimpangan
yang dihadapi akan makin kompleks dan
rumit pula. Seringkali dalam pengambilan keputusan
atas arah hidup yang ingin dijalani atau ditempuh, pertimbangannya bukan lagi
sebatas untuk kepentingan atau kepuasan batin diri sendiri, tetapi lebih kepada
orang terdekat yang disayang.
Hal tersebut bukan berarti abai dengan
diri sendiri, bukan. Namun, itu adalah sebuah ikhtiar untuk meminimalisir hal
negatif yang terjadi baik di dalam pikiran, batin, maupun lahiriah. Tentu juga
merupakan suatu perjuangan untuk melahirkan kebijaksanaan demi keindahan,
harmonisme, dan kebaikan bersama.
Dalam pengambilan keputusan akan ada banyak
perbedaan ketika sudah memasuki usia dewasa dan masa remaja. Misalnya, ketika
menginjak usia SMA/SMK, hal pertama persimpangan
dalam dunia akademis yang menimbulkan kegalauan yakni mengambil jurusan IPA
atau IPS, otomotif atau mesin atau listrik, dan
sejenisnya. Terkadang, yang menjadi
bahan pertimbangan awal yakni
teman-temannya, biar tetap satu geng. Mungkin dan tak dapat dipungkiri pasti juga
ada beberapa yang mempertimbangkan kemampuan diri dan pekerjaan impian masa
depan. Kebanyakannya, yang dipakai adalah saran dari guru atau orangtuanya.
Pengambilan suatu
keputusan dengan penuh penerimaan atas segala konsekuensinya tidaklah mudah.
Harus ada pembiasaan sedari dini agar seseorang bisa mengambil
keputusan dan menerima segala resikonya. Sebenarnya peran
orangtua sangat signifikan dalam hal ini. Salah satu kuncinya berani mencoba dan tidak takut salah atau gagal. Orangtua adalah
guru pertama atas pemahaman tersebut.
Misalnya, seorang
anak menginginkan menggigit cabe ketika melihat ibunya mengeluarkan belanjaan
kebutuhan dapur, biasanya reflek orangtua akan bilang “jangan; awas; dan sejenisnya”. Akan lebih
elok, jika orangtua dengan ekspresi silakan tetapi sambil memantau, maka kebanyakan anak tersebut akan
reflek meletakkan cabe tersebut setelah gigitan pertama. Memori bahwa cabe
itu pedas pun tanpa
disadari sudah tertanam dan ketika melihat cabe lagi si anak tahu
bahwa cabai itu pedas dan belum cocok dengan lidahnya.
Contoh lain,
seorang ibu membawa sebungkus cilok yang masih panas. Ketika si anak refleks ingin menyentuh, maka setelah jemarinya
menyentuh, akan refleks menjauh
karena jemarinya merasakan
panas. Bisa jadi ketika melihat sebungkus cilok, belum mau menyentuhnya lagi
ketika masih panas.
Jadi, hal tersebut
tidak mematikan rasa keingintahuan seorang anak, malah menjadikan anak makin bertumbuh. Rasa
ingin tahu tersebut perlu dikembangakan. Sebab, berbekal rasa ingin tahu
yang tinggi maka akan selaras dengan cara menjawab keingintahuan tersebut. Dalam
berbagai cara tersebutlah, maka akan bertumbuh pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh dan menjadi sebuah pemahaman.
Salah satu efeknya
anak menjadi senang
membaca. Membaca di sini bukan sebatas berarti
membaca buku, tetapi jauh lebih kompleks, membaca keadaan, membaca rasa,
membaca dengan kepekaannya, dan sebagainya.
Jika pemahaman
mengenai resiko atas suatu tindakan sudah sedari dini tertanam, maka hal ini
bisa menjadi pondasi pemahaman yang baik. Jika sudah menginjak dewasa dan mengalami
persimpangan atas pilihan hidup, maka akan bisa lebih baik dalam memutuskannya.
Biasanya
persimpangan terbesar dalam hidup yakni setelah memulai kehidupan baru atau
bisa dikatakan setelah menikah. Kehidupan pernikahan berbeda dengan kehidupan
sebelum-sebelumnya. Benar-benar baru
dan menghadirkan banyak kejutan dalam hidup. Keputusan-keputusan penting biasa
diambil dalam fase ini.
Berhenti bekerja
dan memulai kehidupan baru dengan pertimbangan yang penting dekat dengan
keluarga. Tetap bekerja walau jauh dari keluarga, yang penting kebutuhan
ekonomi tetap terpenuhi. Toh, memulai pekerjaan baru atau bisnis
baru bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan tekad yang kuat.
Membangun rumah
sendiri, atau tetap ikut dengan orangtua. Ini juga kadang keputusan yang rumit,
selain kadang faktor keuangan untuk membangun, juga pertimbangan penting ingin
tetap menemani orangtua di masa senjanya. Terkadang juga ada yang belum berani
untuk mandiri sepenuhnya, biarpun keuangan sudah mapan. Atau orangtua yang
belum mau melapaskan anak
tercintanya kepada orang baru yang akan menggantikan memeluknya, merawatnya,
dan menjaganya.
Terlepas dari itu
semua, pertimbangan kebahagiaan keluarga
kecil adalah hal terpenting dalam pengambilan keputusan.
Terkadang ada celetukan di kepala, “Bukankah dalam
keadaan darurat diri harus menyelamatkan diri sendiri terlebih
dahulu, baru bisa menyelamatkan orang lain?”
Sederahana, melakukan yang terbaik dalam fase yang
sedang dijalani adalah
kuncinya. Maka kebahagiaan akan mengikutinya. Apapun keputusannya, ketika melakukan yang terbaik terhadap keputusan
tersebut, maka tidak ada lagi
penyesalan. Dan beruntunglah orang-orang yang masih punya pilihan dalam hidup.
Di luar sana banyak yang tidak punya pilihan. Terdesak keadaan. Dan Mati dalam angan.
Ditulis oleh Anisatul Fuadiyah