Entah sudah berapa kali telinga ini mendengar kalau
matematika itu sulit, kurang menyenangkan, bikin pusing, menguras tenaga dan
energi kala menghafalkan atau memahami rumus, pun anggapan-anggapan lainnya
yang serupa. Jarang sekali peserta didik dengan gagah berani mengatakan dirinya
menyukai matematika, atau syukur berani terus terang mengungkapkan kalau
dirinya mencintai matematika.
Terkadang, orang yang hidup di dunia keilmuan matematika
hanya ingin mendengar bisik kepastian kalau dirinya (peserta didik) juga
mencintainya. Tak lain, biar cinta kita kepada matematika tidak bertepuk
sebelah tangan.
Ini semacam pungguk merindukan rembulan atau mencari
jarum di dalam tumpukan seribu ton jerami busuk. Butuh perjuangan keras untuk
menemukannya. Namun, pasti akan ketemu.
Padahal matematika sangat banyak manfaatnya. Matematika
juga diterapkan pada pelajaran lainnya, seperti kimia dan fisika. Bukan hanya
untuk matematika itu sendiri.
Selain itu, matematika juga menjalin cinta kasih dengan
bahasa Inggris dalam dunia keilmuan. Mungkin, ini belum banyak diketahui oleh
masyarakat umum atau peserta didik. Namun, dari kedua keilmuan ini tampaknya
memiliki perbedaan yang lumayan kontras.
Bahasa Inggris yang merupakan mata pelajaran (yang sering
kali dianggap sangat) penting karena menjadi bahasa Internasional. Terlebih
pada era sekarang ini, di mana digitalisasi dan teknologi sangat produktif dalam
berkembang biak. Komunikasi dengan lintas bahasa atau warga asing menjadi suatu keniscayaan. Siapa pun bisa melakukannya.
Banyak orang yang menjadi mencintai bahasa Inggris,
tetapi ada pula (peserta didik) yang mengeluh dalam mengartikan atau memahami
kosa katanya. Masalah serupa pula yang dialami sebagian peserta didik dalam
belajar matematika, bedanya hanya pada objek yang dipelajari, rumus.
Dalam beberapa literatur disebutkan, bahwa kebanyakan
siswa yang menyukai matematika justru kesulitan dalam memahami kaidah-kaidah
bahasa Inggris. Begitu pula yang menyukai bahasa Inggris, mereka merasa
kesulitan dalam menyelesaikan persoalan matematika.
Baca juga beragam karya sastra di rubrik TETES EMBUN
Ketidakselarasan tersebut pun kini mendapatkan kabar
baik, antara matematika dan bahasa Inggris yang saling membangun komitmen atau
kerja sama dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya
EMAK.
EMAK, akronim dari English and
Mathematics Acquisition through Kumon Method merupakan aplikasi belajar Literasi Numerasi (Matematika) dan Literasi English
(bahasa Inggris). Aplikasi EMAK mengusung kajian aljabar dan geometri untuk
matematika serta reading dan writing untuk bahasa Inggris.
Syita Fatih ‘Adna, ketua Pemberdayaan Kemitraan
Masyarakat (PKM) Untidar, mengungkapkan bahwa kebutuhan akan literasi
matematika dan bahasa Inggris yang mendesak, di sisi lain drill soal sangat dibutuhkan untuk pembiasaan konsep. Oleh sebab
itu dibutuhkan semacam drill soal
yang menerapkan belajar bertahap dan tuntas secara efektif dalam pengoreksian.
Hadirnya EMAK merupakan solusi yang tepat.
Adapun nama EMAK tersebut diinisiasi oleh dosen
pendidikan matematika, Aprilia Nurul Chasanah dan dosen pendidikan bahasa
Inggris, Noor Sahid Kusuma Hadi, sebagai anggota PKM.
Baca juga ragam pemikiran dari para tokoh dan pemikir di rubrik HIBERNASI
EMAK merupakan aplikasi berbasis moodle dengan menerapkan metode kumon.
Metode ini menawarkan kemandirian siswa dalam belajar sesuai dengan level pemahamannya.
Apabila level dasar belum dikuasai maka tidak dapat melanjutkan ke level
berikutnya. Dalam hal ini peran pendidik sangat diperlukan dalam pendampingan
dan pemantauan.
Sebelum aplikasi digunakan oleh peserta didik, pendidik
harus mengatur aplikasi tersebut agar pembelajaran tetap terpantau. Pendidik
bisa melakukan pengecekan keaktifan peserta didik dalam menggunakan aplikasi
tersebut untuk mengetahui level mana yang dicapai peserta didik dalam
pembelajaran matematika maupun bahasa Inggris.
Pembelajaran yang inovatif dan mandiri, tetapi tetap dalam pengawasan perkembangan pemahamannya seperti ini menjadikan peserta didik tidak mudah bosan atau jenuh.
Penggunaan aplikasi EMAK berpotensi besar dalam mengurangi suasana belajar yang monoton dan membuat peserta didik jenuh serta kurang aktif. Hadirnya aplikasi ini akan mengubah kelas menjadi lebih bergairah, menarik, dan seru.
Peserta didik pun akan menjadi mudah dalam
memahami pengetahuan yang dipelajarinya. Selain itu, mereka secara tidak sadar
juga akan terinspirasi membuat aplikasi-aplikasi yang menjadikan masyarakat
mudah dalam belajar, kelak, di kemudian hari.
Baca juga ragam artikel tentang PEREMPUAN
Hadirnya aplikasi ini pun menjadikan peserta didik tidak
hanya belajar di kelas karena bisa diakses di mana pun. Belajar bisa di mana
saja. Di sisi lain, kala pembelajaran di sekolah, instansi juga menyediakan
fasilitas yang mendukung untuk dimanfaatkan dalam belajar. Sederhananya,
aplikasi ini fleksibel, bisa diakses di mana pun dan kapan pun.
Hal yang menjadi menarik ialah hendaknya aplikasi EMAK
digunakan para siswa saban pagi, setiap hari, untuk literasi bersama. Kebiasaan
tersebut akan berdampak baik dalam pertumbuhan minat dan kesadaran literasi.
Terlebih minat baca Indonesia saat ini masih berada di urutan kedua dari bawah,
menurut UNESCO.
Artinya, minat baca Indonesia masih (sangat) rendah.
Adanya EMAK sebagai aplikasi literasi diharapkan dapat bermanfaat bagi
khalayak dan turut berpartisipasi dalam memberangus minat literasi yang rendah.
Meningkatnya minat baca di Indonesia, terutama para peserta didik merupakan
harapan EMAK.
Baca juga: Pembawa Suara dari Utara oleh Alexnder Howard
Adapun manfaat literasi bagi peserta didik di antaranya
yakni dapat memperluas wawasan dan pengetahuan, membantu dalam membiasakan
berpikir kritis, peka dengan beragam hal, mengasah kemampuan dalam menangkap
dan memahami informasi dari bacaan, serta memaksimalkan kinerja otak menjadi
optimal.
EMAK diharapkan bisa dimanfaatkan oleh instansi
pendidikan SMP di Kota Magelang untuk menunjang pembelajaran sesuai dengan
tujuan awal yang menginspirasi lahirnya aplikasi ini, meningkatkan minat baca
di kota Magelang.
Selain itu, EMAK diharapkan mampu menjadi sarana dalam
kreativitas mengembangkan potensi pendidik, peserta didik dapat memberikan
apresiasi terhadap kreativitas pendidik, dan pembelajaran menjadi efektif pun
menggembirakan.
Ditulis oleh Riva Wildatun Nia, mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika Untidar.
Editor: Pemulung Rasa