Sebuah Tadabur Sederhana; Kamar Mandi, Jamban, dan Perjalanan pun Kesyahduannya [Bagian I]

Semesta dan segala dinamika yang menghiasinya pasti tidak diciptakan dengan keisengan, apalagi cengengesan. Tidak. Pasti diciptakan dengan penuh perhitungan dan keseriusan yang begitu sempurna. Diri pun akan kewalahan memahami kedetailannya, terlebih jika hanya sebatas mengandalkan kepala dengan segala isinya.

Apalagi membayangkan yang begitu jauh, bahkan terkadang diri pun mengalami momen-momen ketakmampuan dalam mengeja pesan atau hikmah dalam sebuah peristiwa, baik yang menimpa diri sendiri atau di luar diri sendiri. Dimana momen ketakmampuan yang tidak disadari tersebut seringkali membuat diri cengengesan dan kurang atau bahkan tidak serius dalam mempertanggungjawabkan setiap embus napas.

Limitasi akal pun seringkali mendorong hasrat melahirkan bilik-bilik sempit dalam kehidupan yang kian brengsek ini menjadi lebih brengsek. Ketaksadaran atas ketakmampuan ditambah dengan ketaksadaran atas ketidaktahuan yang hidup di dalam diri seringkali membuat hidup diri tidak benar-benar hidup dan dihidup-hidupi secara benar-benar.

Tak heran jika hal utama yang diwejangkan kepada manusia adalah membaca. Membaca yang bukan sebatas memahami kata-kata dengan makna dari kata itu sendiri atau dari makna-makna di baliknya. Membaca dalam arti yang lebih luas dan dalam.

Membaca yang mengantarkan diri ke dalam sebuah gelombang pemahaman, penginternalisasian, serta mengimplementasikannya di dalam menjalani kehidupan ini. Tak lain sebagai wahana untuk membangun sebuah keselarasan, baik secara vertikal atau horizontal yang tidak menyimpang dari pancer.

Apa yang diri ketahui saat ini yang terkadang membuat diri merasa paling tahu dan merasa sudah benar-benar tahu pun pada dasarnya itu adalah sebuah kunci dan pintu masuk menuju sebuah ruang yang jauh lebih luas dan besar. Dimana ruang tersebut masih memiliki berjuta ruang dengan segala bentuk pintu dan kuncinya. Diri saat ini adalah pejalan di sebuah ruang labirin pengetahuan yang begitu luas dan banyak bidang. 

Sepertihalnya kala Gusti memberikan inspirasi kepada manusia untuk membuat kamar mandi, jamban, dan segala kelengkapannya. Itu merupakan bentuk didikan yang sangat serius untuk menempa pikiran dan perasaan.

Diri kita mungkin akan kewalahan mengupas rentetan panjang atas apa yang ada, hadir, dan terjadi di kamar mandi, terlebih di atas jamban. Belum lagi dengan genre kamar mandi yang sangat variatif. Pasti akan sangat kewalahan untuk memahaminya.  Selain itu, juga ada sebuah tamparan keras atas kesombongan diri yang seringkali merasa tahu dan sudah benar-benar tahu, padahal bisa jadi diri belum tahu ketakmampuan diri kita.

Sayangnya, meski sekarang sudah diberi kemudahan mencari segala sesuatu informasi namun tetap saja lumayan susah untuk mencari sejarah detail kamar mandi, jamban, dan segala kelengkapannya. Pasti akan syahdu jika ada dokumentasi perjalanan orang pipis dan boker, bentuk kamar mandi dan jamban dari masa ke masa.

Akan lebih seksi lagi ketika ada penjelasan ciri khas kamar mandi dan jamban dari setiap daerah berdasarkan culture dan letak geografis atau apalah-apalahnya dijelaskan secara rinci dan detail. Khazanah keilmuan pun akan bergelora. Khazanah sejarah juga akan lebih banyak dan memikat rasa kepenasaran diri atas ilmu dari suatu hal. Ensiklopedia akan lebih variatif.

Mungkin dengan agak susahnya mencari literatur yang detail atas perjalanan kamar mandi dan jamban sepanjang perjalanan umat manusia terdapat maksud tersendiri. Entah apa maksudnya, saya juga ndak tahu. Mungkin, bagi orang yang suka traveling, survival, sekaligus dikaruniai jiwa kepoisme yang begitu bergelora atas segala sesuatu, memiliki peluang besar untuk menelisik secara mendalam atas kamar mandi dan jamban ini.

Siapa tahu nanti jadi filsuf kamar mandi dan jamban. Terlebih nanti membuat akademi jamban dan mencetuskan paham jambanisme, lalu melahirkan simpul-simpul diskusi rutin tentang perjambanan. Dalam simpul rutinan itu lalu terbitlah inspirasi membuat partai jamban, dimana yang berada di dalamnya adalah para penganut paham jambanisme. Keren pisan cuy.

Tapi jangan langsung menyimpulkan produk dari partai jamban tersebut adalah bebauan, hal yang menjijikkan atau hal yang sering dianggap dan dipandang negatif lainnya. Bisa jadi yang diproduksi adalah pembentukan kesadaran atas pentingnya hal organik. Atau bisa jadi pula terbentuk dari kepiawaiannya dalam bersatire-ria atas keadaan yang makin bau, busuk, dan menjijikkan.

Sebentar, seruput dulu kopinya, dan kita kembali lagi bertadabur atas kamar mandi dan jamban pun sejenak menyisihkan isme-isme terlebih dahulu.

Ah sialan. Sudah menyeruput secangkir kopi hitam dengan sedikit gula pun kepala ini tetap tidak bisa membayangkan rentetan pola pembentukan inspirasi jalan panjang yang sangat-sangat brilian tiada tanding ini. Kamar Mandi, jamban, dan perjalanan pun kesyahduannya yang tak lain adalah sebuah didikan pun tamparan yang mungkin belum kita sadari.

Terlepas dari proses mencari minum dan makan pun pemprosesannya sampai di waduk dan terlepas dari proses atas bagaimana menumbuhkan dan memproses sesuatu sehingga bisa dimakan dan diminum, perjalanan panjang ekosistem inspirasi yang tak pernah usai ini dimulai.

Pertama, manusia diberikan perasa yang mampu merespons sebuah getaran hasrat ingin pipis dan boker dan sekaligus diberikan sebuah ilham atau inspirasi untuk mencari tahu mau pipis dan boker di mana. Aku tak kuasa membayangkan bagaimana kegelisahan dalam mencari ruang pipis dan boker. Lha wong ketika berpergian atau di tempat keramaian dan tetiba mules dan sebuah gumpalan-gumpalan tak bisa ditahan pun itu sudah melahirkan kepucetan, kebingungan, dan kegelisahan tersendiri. Pikiran pun dituntut untuk cak-cek, thas-thes, mengambil langkah agar tidak cepirit dan gumpalan itu jatuh di mana-mana tanpa mampu kontrol. 

Di zaman dulu kamar mandi dan jamban mungkin luasnya tak terbatas karena langsung di jamban semesta yang tanpa pagar. Entah pada waktu itu bagaimana mereka bebersih atas alat yang digunakan untuk pipis dan boker, agar diri kembali merasa nyaman beraktivitas dan tidak menimbulkan bebauan. Mungkin mereka mensterilkannya dengan cara peper menggunakan daun, batu, atau mungkin dengan pasir. Tentunya pasti menggunakan sesuatu yang alami.

Usai itu manusia diberikan lagi sebuah inspirasi membuat kamar mandi dan jamban yang lebih baik, tentunya juga diberikan inspirasi bagaimana membersihkan alat untuk pipis dan boker itu agar bisa lebih bersih dan mampu meminimalisir bau yang akan ditimbulkan. Mulai dari peper dengan daun sampai lahirnya sebuah gayung.

Bukan hanya sampai di situ, perjalanannya pun masih sangat panjang sampai saat ini dan pastinya sampai kelak.  

Setelah mampu membuat kamar mandi dan jamban, manusia-manusia terpilih pun diberikan inspirasi dan pemikiran kreatif untuk meng-upgrade dan berkreasi. Maka lahirlah desainer-desainer spesialis kamar mandi dan jamban. Proses menjadi desainer pun pasti akan sangat panjang dan mengalami trial and error. 

Kok ya masih berlanjut dengan adanya kamar mandi dan jamban yang nyaman sesuai versinya masing-masing, di sana banyak orang yang dihinggapi banyak inspirasi dan ide-ide sangar. Seolah di dalam kamar mandi diri menjelma filsuf dadakan dengan segala ide yang mengalir bersama tetes air keran atau tetes air kencing yang mengalir dengan sendirinya tanpa mampu kita mengatur jadwal keluarnya.

Ide-ide sangar itu pun membawa manusia melahirkan karya, menemukan ketenangan dan kelegaan pun berbagai hal lain. Dan pastinya dari karya-karya mereka pun akan membuat dirinya sendiri menemukan inspirasi-inspirasi baru, begitu pula orang yang membacanya, melihatnya, mendalaminya. Rentetan panjang inspirasi yang bertapal dari kamar mandi pun tak terbatas.

Sampai di sini kira-kira sudah ada berapa rentetan lahirnya inspirasi? Kalau diriku sendiri tak akan menghitungnya, sebab rentetannya tak terbatas. Dan dari sini aku merasa tertampar atas segala kegobloganku dan ketaktahuanku yang seringkali tanpa kusadari.

Rentetan ini sangat gila, aku ditampar dengan begitu keras. Untuk memahami perjalanan dan segala tentang kamar mandi dan jamban yang sering kita gunakan pun kita tidak benar-benar mengetahui secara utuh. Kita seringkali hanya tahu nama alat dan pabrik, kegunaan alat, terkadang harganya pun lupa. Bahkan ketika kita membeli peralatan kamar mandi untuk kebutuhan diri pribadi atau orang rumah, diri lupa mengucapkan terima kasih kepada penjualnya. 

Seolah kamar mandi dengan segala atributnya itu mengingatkan diri kita, “Eh, elu jangan songong! Elu itu nggak bener-bener tau banyak hal. Baru tau dikit aja udah males belajar. Jangan merasa puas deh! Mahamin gue dan tethek bengeknya gue aja elu ndak mampu, apalagi mau mahanim perasaan sama keinginan orang yang elu sayang. Di-goshting kan lu jadinye. Makanye jadi manusia jangan songong! Belajar dulu jadi manusia deh!”

Ah, sialan, ini rasanya terlalu kepanjangan. Alangkah lebih baiknya aku lanjutkan di artikel berikutnya agar kalian tidak terlalu lama menghabiskan waktu ketika silaturahmi dan menyempatkan diri ke sini. Sebuah Tadabur Sederhana; Kamar Mandi, Jamban, dan perjalanan pun Kesyahduannya [Bagian II]


Ditulis oleh Pemulung Rasa.
Laki-laki kelahiran Magelang 
yang tengah berjuang menggelandang 
dan memulung rasa di jalan sunyi

About the Author

Ruang Bertukar Pikiran, Kenangan, dan Kegelisahan

Post a Comment