Sebagai ilmu, sejarah terikat pada prosedur
penelitian ilmiah. Sejarah juga terikat pada penalaran yang bersandar pada
fakta -bahasa latinnya factus artinya apa yang sudah selesai.
Kebenaran sejarah terletak dalam kesediaan sejarawan untuk meneliti sumber
sejarah secara tuntas, harapan utamanya ialah kecocokan antara pemahaman
sejarawan dengan fakta.
Sejarah bukanlah sembarangan untuk ditulis. Namun,
memiliki rumahnya sendiri. Penulisan sejarah sendiri mempunyai tema yang akan
menjadikannya sebagai arah tulisan di dalamnya tersebut. Sebagai orang yang
mencintai sejarah, di sini akan mencoba untuk mengulas sedikit dari salah satu
tema dalam penulisan sejarah, yaitu sejarah sosial.
Sejarah sosial merupakan sebuah rangkaian bagian dari masyarakat yang mempunyai lingkup ruang dan waktu tertentu. Dalam waktu terjadi empat hal, yaitu perkembangan, kesinambungan, pengulangan, dan perubahan. Akhirnya, sejarah sosial dapat mengambil fakta sosial sebagai bahan kajian.
Tema seperti kemiskinan, perbanditan, kekerasan, maupun
kriminalitas dapat menjadi sejarah. Demikian juga sebaliknya kelimpahruahan,
kesalehan, keksatriaan, pertumbuhan penduduk, migrasi, urbanisasi, dan
sebagainya. Kesemuanya itu merupakan bagian dari sejarah yang dapat
dikatagorikan dalam sejarah sosial.
Keberagaman tema penulisan di atas yang akan
dibahas di sini yakni sejarah sosial yang menjadikan masyarakat sebagai bahan
atau objek kajian. Apabila menulis tema-tema lain, baik mengenai kelas sosial,
peristiwa sosial, institusi sosial maupun fakta sosial, seolah-olah sedang
berjuang mengadakan sebuah spesialisasi dengan cara mengisolasikan tema garapan
kita dari permasalahan yang sebenarnya sangat kompleks.
Oleh sebab itu, maka sangat diperlukan untuk membuat
suatu kerangka masyarakat yang ada secara utuh, yaitu secara total
(keseluruhan) ataupun secara global.
Dalam hubungan strategi penulisan sejarah sosial
sangat diperlukan pemahaman terkait beberapa model yang digunakan dalam
mengorganisasikan dan mensintesakan tulisan sejarah. Model sangat penting dalam
setiap penulisan, baik ilmu-ilmu alam ataupun ilmu sosial. Dalam ilmu sejarah,
model akan memberikan inspirasi heuristik yang berguna dalam pencarian dan
pengumpulan bahan serta penyusunan.
Misalnya, karya Michael Adas yang berjudul Ratu Adil Tokoh dan Gerakan Milenarian
Menentang Kolonialisme Eropa. Karya tersebut merupakan ulasan tentang
beberapa pemberontakan yang dilakukan di berbagai daerah, yaitu di Jawa, New
Zealand, India, dan lainnya.
Pertentangan antarkelas dan birokrasi yang ada
riuh sesak memenuhi karya tersebut. Namun, kesemuanya terdapat sebuah konflik
yang diabatasi oleh kurun waktu tertentu. Sebagai perkembangannya yakni
didukung oleh sebuah kepercayaan agama yang menjadikannya sebagai pemicu dari
gerakan pemberontakan tersebut.
Karya besar dari sejarawan dalam negeri kita
tercinta ini, Sartono Kartodirdjo berjudul Pemberontakan
Petani Banten 1888: Kondisi, Jalan Peristiwa, dan Kelanjutannya juga perlu
dipelajari. Judul buku ini aslinya The Peasants’ Revolt of Banten in 1888.
Isi buku tersebut menceritakan seputar pemberontakan sejumlah masyarakat Banten
sekitar 1808 hingga 1888 (puncaknya).
Pergolakan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa
golongan, antara lain akibat dari kebijakan pemerintah kolonial, kesewenangan
golongan elite (pejabat pribumi yang dipilih oleh pemerintah kolonial),
golongan pewaris tahta Kesultanan Banten (yang menginginkan berdirinya kembali
kesultanan), dan golongan ulama (yang juga sebagai pembantu berdirinya kembali
kesultanan dan mempunyai keinginan membentuk suatu negara islam dengan ajaran islam
sendiri dan suatu kepercayaan hari kiamat dengan munculnya Mahdi atau yang
lebih akrab dikenal Ratu Adil).
Sebagai puncak pemberontakan rakyat Banten khususnya
dari golongan petani yang paling dominan terjadi pada 9-30 Juli 1888.
Pemberontakan tersebut dipimpin oleh golongan elite agama atau disebut pula
kaum ulama. Dalam pemberontakan ini dari golongan elite agama dan petani
melakukan persiapan yang matang.
Persiapan-persiapan tersebut, antara lain latihan bela
diri atau pencak silat, pengumpulan senjata, dan pembagian kepemimpinan yang
dilakukan oleh kaum ulama. Persiapan yang paling utamanya adalah propaganda
yang dilakukan oleh kaum elite agama terhadap masyarakat Banten khususnya
golongan petani.
Penulisan karya Sartono ini dikaji dengan
menggunakan metode strukturis. Maksudnya, dengan melihat dan mengkaji secara
analisis dengan pendekatan secara mikro. Dalam buku ini terlihat pengkajian
Sartono dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial lainnya, yaitu sosiologi dengan
spesifiknya sosiologi agama.
Hal ini juga disebut dengan pendekatan multidimensional. Terlihat dalam penulisannya tentang dinamika yang tengah terjadi
pada masyarakat Banten, integrasi sosialnya, interaksi masyarakatnya,
tokoh-tokoh yang berperan dalam pemberontakan, dan mobilisasi antarkesemuanya.
Karya Sartono ini memperlihatkan segala sesuatu
dipandang dari sudut rentang waktu. Artinya, melihat perubahan, kesinambungan,
ketertinggalan, dan loncatan-loncatan. Sementara itu, ilmu sosial bersifat
sinkronis, artinya meluas dalam ruang.
Terlihat juga bahwa Sartono dalam bukunya
memperhatikan sistem tradisional dan keagamaan sebagai suatu kekuatan yang
menentang westernisasi dari kebijakan yang dilakukan oleh kaum
kolonialis masa itu.
Ditulis oleh Kusumo. Kini tengah berjuang memaknai
dan menikmati makna hidup. Tinggal dan mengabdi di pakuning tanah Jawa,
Magelang.
*
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Michael Adas. 1988. Ratu Adil Tokoh dan Gerakan Milenarian Menentang Kolonialisme Eropa. Jakarta: Rajawali Pers