"Sibuk itu bukan sesuatu yang dapat dibanggakan jika kamu merasa sengsara dalam melakukannya." (hlm.9)
Saya merasa tertampar kala membaca kalimat tersebut, terlebih di bagian awal buku. Mungkin saya dan Anda sejak dulu terbiasa dengan pepatah "waktu adalah uang", dan kita terdoktrin dengan kalimat tersebut. Tanpa sadar pun kita menjadi menganggap bahwa aktivitas tiduran atau rebahan di kamar atau menonton film sambil makan keripik kentang merupakan sebuah kemalasan dan dosa besar.
Rasanya, segala hal harus dilakukan dengan sesegera, mungking karena hidup tidak akan tenang jika masih banyak deadline menanti. Bahkan, saya cenderung mengerjakan sebuah tugas jauh-jauh hari sebelum deadline tiba. Harapannya, hari esok bisa saya manfaatkan untuk mengerjakan hal lainnya.
Ya, memang tak dapat dipungkiri, itu baik sebenarnya. Namun, adakalanya saya merasa terjebak sendiri dalam lelah pikir dan fisik, mengorbankan waktu untuk istirahat, quality time dengan orang teraksih, atau sekadar me time. Jika kamu merasakan hal yang sama, buku The Little Book of Solth Philosopy ini nampaknya akan cocok untukmu. Buku ini membawa pesan, bahwa di dalam melakoni hidup ini adakalanya tidak apa-apa untuk santai sejenak, seperti Kungkang.
Nikmati ragam tulisan SENGGANG
Pada bab pertama, penulis mengajak kita untuk berkenalan dengan inti dari filosofi sloth atau Kungkang yang dikenal sebagai hewan terlambat di dunia. Mungkin sebagian orang belum mengetahui hewan ini karena tidak semua tempat ada. Habitat asli Kungkang ada di hutan hujan Amerika Tengah dan Selatan. Di Indonesia ada sekitar tujuh spesies yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Mamalia berlengan panjang dan berbulu lebat ini memang jika dilihat sekilas mirip monyet, tetapi sebenarnya ia justru berkerabat dengan armodillo dan trenggiling. Jika Anda pernah menonton salah satu film Disney "Zootopia", pasti akan mengingat karakter Flash. Ya, itulah Kungkang.
Masih di bab yang sama, buku ini juga menyuguhkan sebuah metode yang disarankan bagi pembaca yang ingin menerapkan filosofi Kungkang, yakni dengan metode SLOW.
- Sleep in, lelah itu wajar, maka beristirahatlah.
- Leave your Phone at Home, kurangi screentime dan coba beraktivitas keluar.
- Opt Out, terkadang memilih untuk tidak melakukan apapun bukan sebuah masalah.
- What's the Rush, batasi keinginan untuk mengerjakan sesuatu sesegera mungkin.
Baca juga resensi Man's Search for Meaning karya Viktor E. Frankl
Jika hanya membaca sampai halaman ini, tentu Anda akan bingung, "kok malah disarankan jadi pemalas sih?" Namun, di sub bab berikutnya penulis mencoba meyakinkan dengan menghubungkan kisah nyata tokoh-tokoh dunia yang berhasil mencapai kesuksesannya, meskipun tidak di usia muda. Salah satunya ialah pelukis Leonardo da Vinci.
Siapa sangka, lukisan Monalisa yang terkenal merupakan hasil lukisannya selama 15 tahun, bahkan ia pernah membuat sebuah lukisan pesanan selama 25 tahun. Lalu, apa yang ia lakukan selama itu? Jawabannya, ia sekadar mencorat-coret, menggambar helikopter, parasut, bahkan tank.
Menarik bukan? Ini menyadarkan kita bahwa ternyata semua orang memiliki waktunya masing-masing. Menikmakmati setiap proses yang sedang dijalani ialah sebuah keharusan, bahkan kewajiban.
Berpindah pada bab dua yang berjudul Pedoman Praktis. Bab ini menyajikan praktik nyata filosofi kungkang pada setiap aspek kehidupan, mulai dari kesehatan mental dan fisik, makanan dan minuman, love and relationships, bekerja dan sekolah, kecantikan dan perawatan diri, serta tidur.
Dalam menjelaskannya, penulis punya cara magis tersendiri. Alhasil tulisannya tidak terkesan menggurui, tetapi lebih condong mengajak pembaca secara tersurat. Setiap sub-bab dari bab kedua ini juga hanya memiliki dua sampai enam halaman penjelas. Meski singkat namun menggugah.
Baca juga Cara Singkat Hidup Bahagia
Sejak awal, buku ini memang menarik perhatian. Ukurannya yang tidak terlalu besar dengan sampul imut berwarna pink muda dengan gambar Kungkang sedang tidur. Bagaimana saya tidak tertarik untuk mengambilnya dari rak toko buku? Itu nampaknya tidak mungkin, ia seperti menarikku untuk sesegera dipinang.
Saat membuka buku ini pun Anda tidak akan disambut langsung oleh daftar isi, melainkan ada kutipan ulasan pembaca, foto dan penjelasan singkat, pun peta buku yang membantu kita mengetahui apa saja yang akan dibahas dalam buku dengan desain menarik ini, pastinya.
Selain itu, setiap sub-bab buku ini dilengkapi dengan fakta unik Kungkang, saduran puisi atau prosa pendek tentang Kungkang, serta kuis ringan. Ya, meskipun terkadang pertanyaan yang dilontarkan kurang nyambung dengan saya, tapi ini cukup untuk menjaga ketertarikan pembaca untuk terus menikmatinya sampai habis.
Baca juga resensi Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX karya Peter Carey
Ilustrasi Kungkang yang lucu disertai keterangan di bawahnya, terkadang akan membantumu tersenyum sendiri kala membacanya. Desain buku ini memang menghadirkan candu dan daya magis tersendiri. Belum lagi pengemasan isinya.
Buku The Little Book of Sloth Philosophy dapat dikatakan sebagai bacaan yang cukup ringan untuk ukuran sebuah buku self-improvement. Meskipun begitu, buku ini akan memberikanmu banyak perspektif dan motivasi baru untuk menjalani hidup.
Saya rasa, buku ini akan memberikanmu banyak perspektif dan motivasi baru untuk menjalani hiduo. Selain itu, buku ini akan menjawab permasalahan burn-out yang sering dialami para mahasiswa dan pekerja.
Ditengah sebagian orang terobsesi dan terlalu berhasrat dengan produktivitas, justru buku ini menekankan pandangan, bahwa tidak menunda pekerjaaan juga bukanlah suatu dosa besar, jadi tak masalah jika sesekali kita memilih bersantai dan rileks (dengan catatan, tetap menyelesaikannya sesuai deadline).
Nikmati beragam karya sastra di TETES EMBUN
Identitas Buku
The Little Book of Sloth Philosophy: Seni Hidup Santai, tapi Tetap Produktif ala Kungkang ditulis oleh jeniffer McCarney dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Aswita R. Fitriani. Buku ini diterbitkan oleh PT. Rene Turos Indonesia atau Renebook dengan nomor ISBN 978-623-6083-21-5. Cetakan ketiga buku ini pada November 2022 dengan ketebalan 188 halaman.
Nikmati ragam pemikiran para pakar di kolom HIBERNASI
Ditulis oleh Sabbih Fadhillah Saputri, lebih akrab disapa Dhilla, merupakan mahasiswi Sastra Indonesia. Ketertarikannya dengan membaca dan menulis sudah ia miliki sejak duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Setiap bulan, ia akan menagih ayahnya untuk membelikan dua atau tiga majalah Bobo. Dhilla lahir dan besar di kota pelajar, Yogyakarta. Beberapa karyanya sudah terbit di media massa. Ia juga aktif sebagai konten kreator yang sering membagikan pengalaman studinya dalam bentuk narasi sederhana ataupun video story telling. Selain itu, semasa kuliah, Dhilla juga aktif di organisasi luar kampus.
Editor: Pemulung Rasa