Mengenal 15 Pahlawan Wanita di Indonesia

Ketika berbicara tentang pahlawan, seringkali yang pertama terlintas di dalam benak yakni sosok lelaki gagah perkasa, kuat, dan pemberani. Namun, di dalam kehidupan nyata, faktanya banyak pahlawan wanita di Indonesia.

Selain turut terjun ke lini terdepan medan peperangan melawan penjajah tanpa kenal rasa takut, pahlawan wanita di Indonesia pun turut serta memerangi kebodohan. Berkat jasa-jasa  beliau-beliaulah Indonesia menjadi negara yang merdeka dan bangsa yang besar, seperti yang kita tahu saat ini.

Secara etimologi, kata pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta “phala”, artinya hasil atau buah. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan pahlawan sebagai seseorang yang mempunyai keberanian dan pengorbanan dalam membela kebenaran bagi bangsa, negara, dan agama; pejuang yang gagah berani; hero.

Pahlawan nasional merupakan gelar penghargaan tertinggi. Sama halnya dengan anumerta atau penghargaan yang berupa gelar atau pangkat atau sebagainya, yang diberikan pemerintah kepada seseorang yang sudah meninggal yang dianggap sangat berjasa kepada negara dan diteladani oleh masyarakat.

Berdasar data dari laman Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial (K2KRS) Kementerian Sosial Republik Indonesia, ada 191 pahlawan nasional Indonesia. Diantara jumlah tersebut, terdapat 15 pahlawan wanita. Berikut profil singkat pahlawan wanita yang harus kita kenal dan diteladani pergerakan dan kehidupannya.

Cut Meutia

Cut Meutia merupakan pemimpin geriliya Aceh yang berperang melawan pasukan kolonial Belanda. Pada Agustus 1902, pasukan Teuku Chik Tunong dan Cut Meutia mencegat pasukan Belanda yang berpatroli di daerah Simpang Ulim Blang Nie. Dalam penyerangan itu pasukan Belanda berhasil dilumpuhkan total dan pasukan beliau merebut 42 pucuk senapan. 

Dalam pertempuran tersebut, suami Cut Meutia, Teuku Chik Tunong gugur. Beliau pun tetap melanjutkan perjuangannya bersama Pang Nanggroe. Namun, Pang Nanggroe pun gugur dalam perjuangannya.

Gugurnya pemimpin pasukan tidak memadamkan api semangat Cut Meutia bersama kaum muslimin lainnya. Beliau terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Cut Meutia pun selalu mengambil posisi paling depan dalam medan pertempuran. Namun, ketidakseimbangan dari segi jumlah dan persenjataan dalam pertarungan, Cut Meutia pun terbunuh dengan tiga tembakan peluru. Cut Meutia gugur sebagai pejuang bangsa dan agama pada pertempuran di Alue Kurieng pada 24 Oktober 1910.

Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien merupakan tokoh yang memiliki peranan penting bagi masyarakat Aceh, baik di bidang politik maupun lainnya. Beliau merupakan pemimpin gerilya Aceh kala berperang melawan pasukan kolonial Belanda pada masa perang Aceh (1873-1904). 

Perang Aceh-Belanda yang meletus pada 1973, bagi masyarakat Aceh merupakan perang mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan. Sedangkan bagi Belanda, perang tersebut untuk memperluas wilayah jajahan. 
Cut Nyak Dhien merupakan istri Teuku Umar, pahlawan nasional Indonesia.

Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto

Beliau merupakan sosok yang aktif di bidang keorganisasian sejak masa remaja di kepanduan (pramuka). Semasa pendudukan Jepang, beliau juga menjadi anggota Fujinkai. Selain itu, beliau memprakarsai pendirian Perpustakaan Nasional sebagai upaya peningkatan minat baca generasi penerus bangsa. Fatimah pun memprakarsai pembangunan Taman Bunga, Taman Anggrek, dan Taman Buah sebagai wujud perhatiannya dalam meningkatkan kesejahteraan petani, khususnya petani bunga dan buah-buahan. 

Pada masa hidupnya, Fatiimah Siti Hartinah Soeharto dalam mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, pernah menjabat di berbagai jabatan kenegaraan. Jabatan-jabatannya tersebut diantaranya, sebagai Ketua Umum Ria Pembangunan, Penasehat Utama Dharma Wanita, Penasehat Utama Dharma Pertiwi, Penasehat Utama Persit Kartika Chandra Kirana, Penasehat   Utama Persatuan   Isteri    Veteran RI (PIVERI),  Pendiri/Ketua  Yayasan  Kartika Jaya, Pelindung Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Pelindung Yayasan Kartini, Pelindung Himpunan Pandu dan Pramuka Wreda (HIPRADA), Pelindung Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI), Pelindung Yayasan Jantung Indonesia.

Hj. Fatmawati Soekarno

Beliau merupakan penjahit bendera pusaka sang saka merah putih yang dikibarkan pada upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta, 17 Agustus 1945. Beliau menjadi ibu negara Indonesia pertama, istri Soerkarno, presiden Indonesia pertama.

Pada 1951, Fatmawati sangat gigih turut serta memperjuangkan agar dokumen, barang, dan arsip pemerintah Republik Indonesia yang dirampas Belanda antara 1945-1950 di Jakarta dan Yogyakarta dapat dikembalikan ke Indonesia. Selain itu, beliau secara aktif memberikan bantuan mengirim perbekalan kepada istri prajurit dan para prajurit yang sedang berjuang di wilayah pertempuran. 

Fatmawati juga merupkan salah seorang yang gigih berjuang menjadikan eks Karesidenan Bengkulu sebagai Provinsi Bengkulu.

Dalam bidang kewanitaan, beliau berhasil menjadikan Ny. Wakijah Sukijo, Ny. Pujo Utomo, dan Ny. Mahmudah Mas’ud sebagai anggota wanita dalam pengurusan KNIP berdasarkan Penpres No. 17 tahun 1949.

Hj.R. Rasuna Said

Beliau dikenal sebagai tokoh Pejuang Kemerdekaan Indonesia. Gerakan Rasuna Said selaku wanita muda islam dari tanah Minangkabau merupakan sebuah kejanggalan di zaman itu.

Kala itu, wanita Minang masih banyak terikat kepada adat dan agama. Namun, Rasuna dengan keberaniannya merintis gerakan kaum wanita Minangkabau dengan tidak menyalahi adat dan agama yang ada di sana. 

Pada 1926, Rasuna mengikuti perkumpulan Serikat Rakyat (SR) dan menjadi penulis dalam kepengurusannya. SR kemudian menjelma Partai Serikat Islam Indonesia (PSII). Di samping turut dalam perkumpulan tersebut, dirinya menjadi anggota Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI).

Usahanya dalam bidang pendidikan menjadikan rakyat di pedesaan mengenal PERMI dengan Rasuna Said-nya. Pada 17 April 1946, Rasuna Said terpilih menjadi Dewan Perwakilan Sumatera (DPS). Pada 4-6 Januari 1947, beliau menjadi anggota yang mewakili Sumatera duduk di dalam KNI Pusat di Jakarta. Rasuna pun dikenal sebagai anggota DPR RIS dan anggota DPS 1959. 

Ibu Agung Hajjah Andi Depu

Semenjak masa remaja, Andi Depu sudah aktif dalam kegiatan organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan. Pada 1940, beliau sebagai penyokong perkumpulan Jong Islamiten Bond (JIB) atau yang sering disebut juga Perhimpunan Pemuda yang merupakan organisasi perhimpunan pemuda dan pelajar islam Hindia Belanda, di daerah Mandar.

Andi Depu, sosok bangsawan yang memperkenalkan bendera nasional merah putih di wilayah Mandar pada 1942, saat diadakan rapat Raksasa peringatan Hari Sumpah Pemuda di Tinambung.

Pada 1944, Andi Depu mendirikan organisasi Funjikai, wadah gerakan yang melibatkan wanita, sebagai wadah tempat pelatihan dan penggodokkan semangat juang kaum wanita Mandar untuk turut berperan dalam merebutkan kemerdekaan Indonesia.

Pada 1945, beliau menyebarkan berita kemerdekaan Indonesia di Mandar. Sejak saat itu, banyak bendera merah putih dikibarkan oleh masyarakat Mandar. 

Andi Depu turut serta terlibat dalam pertempuran dan sempat ditahan Belanda. Beliau juga dinobatkan sebagai pemimpin Kerajaan Balanipa ke 52. Selain itu, pada 1952, Andi Depu turut mengambil bagian untuk membubarkan Negara Indonesia Timur (NIT) bentukan Belanda.

Laksamana Keumalahayati

Kisah perjuangan Keumalahayati dimulai pasca terjadinya pertempuran Teluk Haru antara armada laut Portugis melawan armada laut Kesultanan Aceh. Setelah kematian suaminya dalam pertempuran tersebut, Keumalahayati membentuk dan memimpin pasukan Inong Balee yang berasal dari janda para prajurit Aceh yang gugur dalam perang. 

Keumalahayati kemudian diangkat menjadi Laksamanan dan beliau adalah penyandang pangkat Laksamana pertama kali. Pasukan Inong Balee sangat mahir menembakkan Meriam dan memiliki benteng yang berada di bukit berketinggian 100 meter.

Pada 21 Juni 1599, Keumalahayati memimpin armada laut Kesultanan Aceh dalam menghadapi upaya para pedagang Belanda yang memaksakan kehendaknya dalam perdagangan dengan Kesultanan Aceh. Peristiwa tersebut menyebabkan COrnelis De Houtman dan beberapa pelaut Belanda tewas.

Laksamana Malahayati adalah anak dari Laksamana Mahmud Syah, cucu Laksamana Said Syah dan cicit dari Sultan Aceh, Sultan Salahudin Syah yang memerintah 1530-1539. Semangat wira samudra beliau yang begitu keren merupakan warisan dari ayah dan kakeknya yang juga menjadi panglima angkatan laut Kesultanan Aceh.

Maria Walanda Maramis

Maria Walanda Maramis merupakan pendidik dan pegiat hak-hak wanita. Beliau juga dikenal sebagai sosok pendobrak adat, pejuang kemajuan, dan emansipasi wanita di dunia politik dan pendidikan.

Maria, wanita yang haus akan pengetahuan. Dirinya sering bertanya-tanya mengapa anak wanita hanya dibenarkan sekolah sampai Sekolah Dasar saja. Setelah menyelesaikan sekolah, para wanita Minahasa membantu orangtuanya sampai masa dirinya menikah, begitu yang terjadi dengan Maria.

Maria mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) pada 8 Juli 1917. Tujuannya yakni memajukan pendidikan wanita Minahasa. Bersama dengan suami, anak, wanita-wanita terkemuka, dan donatur organisasi, PIKAT mendirikan cabangnya di Indonesia. Propaganda mengenai cita-cita PIKAT pun dilakukan dengan tulisan Maria di surat kabar.


Martha Christina Tijahahu

Martha Christina Tijahahu, sosok pejuang kemerdekaan yang unik, yakni seorang puteri remaja yang turut serta dalam pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Patimura 1817. Beliau meninggal dalam tahanan Belanda.

Martha, anak dari Kapitan Paulus Tijahahu, seorang terpandang di Nusa Laut, Maluku. Para Raja, Patih, dan Kapitan Nusa Laut sejak semula berpendirian tegas mengikuti jejak Kapitan Patimura yang tidak selalu berjuang mempertahankan daerah-daerah yang diserang Belanda.

Martha selalu menemani ayahnya dalam setiap pertempuran, seperti perlawanan di Saparua 1817, perlawanan merebut Beverwijk, dan pertempuran di daerah Ulat dan Ouw.

Pada 12 November 1817, para pemimpin Nusa Laut berhasil disergap, termasuk Martha dan ayahnya yang kian menua. Setelah ditahan dan diperiksa oleh Laksamana Buyskes pada 15 November, Paulus divonis hukuman mati dan dilaksanakan pada 17 November 1817. 

Martha mendapatkan hukuman dibuang ke Jawa. Marta yang merasa hampa karena ayahnya sudah berpulang pun akhirnya menjadi murung. Kemudian dirinya dinaikkan ke kapal Eversten, dan meninggal di sekitar Laut Banda.

Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang adalah seorang wanita yang menjadi Pahlawan Nasional Indonesia asal Serang, Purwodadi, Jawa Tengah. Beliau merupakan pemimpin gerilyawan Jawa yang memimpin penyerangan terhadap kolonial Belanda. Nyia Ageng Serang, wanita pemberani yang turut ke medan perang dan  tak gentar melawan penjajah yang berusaha menguasai tanah kelahirannya.

Berkat kepandaiannya dalam strategi perang melawan penjajah, beliau didapuk menjadi panglima perang. Salah satu taktiknya yang cerdas adalah mengelabui musuh dengan menyamar menjadi semak menggunakan daun talas.

Saat Diponegoro perang melawan Belanda, Nyi Ageng Serang memerintahkan cucunya R.M. Papak untuk mengerahkan rakyatnya turut berjuang. Segala penyerangan, perlawanan, dan siasatnya pun tidak terlepas dari petunjuk Nyi Ageng Serang. Nyi Ageng Serang pun menjadi penasehat Pangeran Diponegoro, sejajar dengan P. Mangkubumi dan P. Joyokusumo, sosok ahli siasat perang.

Pada 1925 saat perang Diponegoro Pecah, Nyi Ageng Serang kehilangan suaminya, Pangeran Mutia Kusumowijoyo, yang gugur dalam pertempuran. Namun, Nyi Ageng Serang tetap meneruskan perjuangannya, meski usianya sudah 73 tahun.

Nyi Ageng Serang adalah keturunan Sunan Kalijaga. Sedangkan Ki Hajar Dewantara adalah keturunan Nyi Ageng Serang.

Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan

Siti Walidah atau yang sering dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan (Istri dari K.H. Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah) merupakan tokoh emansipasi wanita, tokoh pembaharu islam, sekaligus pendiri dan pemimpin Aisyiyah. Beliau pun turut berpartisipasi dalam diskusi perang bersama Jendral Sudirman dan Presiden Soekarno.

Nyai Ahmad Dahlan memprakarsai berdirinya perkumpulan Sopo Tresno pada 1914 untuk wanita islam yang mementingkan tiga bidang, yaitu dakwah, pendidikan, dan sosial. 

Sopo Trenso kemudian dilebur menjadi Aisyiyah pada 1918. Kemudian menyusul berdirinya perkumpulan untuk remaja puteri islam dengan nama Nasyiatul Aisyiyah. Dalam bidang sosial Aisyiyah mendirikan badan-badan yatim-piatu, fakir miskin, pemberantasan buta huruf, dan berbagai gerakan lainnya.

Selain itu, Nyai Ahmad Dahlan juga mendirikan asrama puteri yang diselenggarakan di rumahnya. Di sana dirinya memberikan pendidikan keimanan, praktik ibadah, serta berlatih pidato dan dakwah.

Nyai Ahmad Dahlan terus melakukan perjuangannya bahkan seusai suaminya meninggal. Dirinya membina generasi muda terutama kaum wanita islam. Harapannya agar hidupnya tekun, gigih, dan berpendidikan.

Opu Daeng Risadju

Opu Daeng Risadju merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia. Sosok cendikiawan wanita politisi pertama ini berperang melawan penjajahan Belanda selama revolusi nasional.

Awal abad XX, 1927, beliau menjadi anggota Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) cabang Pare-Pare. Pada 14 Januari 1930, terpilih menjadi ketua PSII dan sering mengikuti kongres PSII di Sulawesi Selatan dan PSII Pusat Batavia. 

Bersama 70 orang anggota PSII, beliau ditangkap oleh Belanda dan dimasukkan ke penjara Masamba. Hal itu bermaksud untuk mengurangi aksi-aksi atau gerakan perlawanan dan menghadang perluasan ajaran PSII. 

Pada 1946, Opu Daeng Risadju bersama pemuda republik melakukan serangan terhadap tentara NICA dan terjadi serangan balasan kepada pasukan Opu Daeng yang mengakibatkan banyak pemuda gugur. Opu Daeng kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Belopa yang membuat telinganya tuli seumur hidup.

Opu Daeng Risadju yang merupakan putri keturunan bangsawan dari Luwu dijuluki Srikandi di Tana Luwu. Julukan tersebut karena jiwa patriotisme di dalam dirinya yang memiliki daya karismatik bagi masyarakat Luwu dan perannya secara aktif dalam memperjuangkan kebangkitan nasional di Sulawesi Selatan.

Raden Ajeng Kartini

Raden Ajeng Kartini, seorang pelopor kebangkitan wanita pribumi. Melalui surat-surat yang beliau kirimkan kepada temannya, seorang Belanda Stella Zeehandelar. Kartini aktif menceritakan bagaimana terbelakangnya perempuan-perempuan Jawa pada masa itu.

Kartini sangat ingin mengangkat derajat kaum wanita melalui pendidikan, agar memperoleh hak yang sama dan kecakapan yang sama seperti kaum laki-laki. Hal tersebutlah yang menjadikan Kartini dianggap sebagai pelopor emansipasi wanita.

Kartini menganggap bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan wanita sebagai makhluk yang sama, hanya bentuknya yang berbeda. Kedudukan mereka pun tidak boleh dibeda-bedakan. Kartini meyakini bahwa wanita memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa seperti yang ditulisnya dalam salah satu suratnya.

Semasa menjalani pingitan, beliau aktif membaca beragam buku. Salah satu buku yang menjadikan matanya makin terbuka yakni buku Minnebriven karya Multatuli. Selain itu, dirinya juga membaca buku Ny. C. Geokoop yang membahas perjuangan Hylda ban Suylenderb membela hak-hak kaum wanita di negeri Belanda.

Kartini mendirikan sekolah bagi gadis-gadis di Jepara. Anak didiknya hanya sembilan orang yang terdiri dari kerabat atau teman-temannya. Pelajaran yang diberikan meliputi menjahit, memasak, menyulam, dan bahasa Jawa.

Raden Dewi Sartika

Dewi Sartika, perintis pendidikan untuk kaum wanita dan mendirikan sekolah pertama untuk wanita.

Beliau membuat tulisan De Inlandesche Vrouw (Wanita Bumiputera) dan mengemukakan bahwa pendidikan penting untuk mendapatkan kekuatan dan kesehatan kanak-kanak, baik secara jasmani maupun rohani. Dalam tulisan tersebut, dirinya menghendaki adanya persamaan hak antara laki-laki dan wanita.

Dewi Sartika mendapatkan penghargaan bintang perak dari pemerintah Hindia Belanda untuk Sekolah Keutamaan Istri yang didirikannya pada 1929. Kurikulum sekolah tersebut pun pada akhirnya makin bertambah, mulai dari membaca, menulis, pelajaran agama, menjahit, menyetrika, memasak, membatik, hingga keperawatan orang sakit.

Ruhana Kuddus

Rohana Kudus merupakan salah satu pahlawan nasional wanita yang berasal dari Sumatera Barat. Beliau, sosok pendidik sekaligus tokoh pers pertama yang memperjuangkan hak-hak wanita melalui media cetak melalui koran Soenting Melajoe yang terbit pada 1912.

Beliau memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita di Minangkabau dengan mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) dan Roehana School.

Lebih spesifiknya bisa langsung menyambangi artikel Rohana Kudus, Pejuang (Pendidikan) Perempuan dari Tanah Minang yang diterbitkan Salik.


*Redaksi

About the Author

Ruang Bertukar Pikiran, Kenangan, dan Kegelisahan

Post a Comment