Sobekan Protes yang Dipenjarakan Keadaan | Puisi-Puisi Ahmad Rizki

Puisi-Puisi Ahmad Rizki. Sobekan Protes yang Dipenjarakan Keadaan. Aku Mencintai Diriku Sendiri. Miskin Memang Sialan, Tapi Menyerah Lebih Bajingan

Sobekan Protes yang Dipenjarakan Keadaan
: Buat Wil. D

Kalau tak ada yang mendengarkan dan memperhatikan,
kau bacakan saja protesmu di kamar mandi,
di jalan raya yang akan turun hujan nanti pagi.
 
Kalau tak ada yang suka dan melirik,
kau bacakan saja protesmu pada tembok yang penuh mural,
pada mantan pacarmu yang lugu dan norak itu.
 
Kalau tak ada yang menarik dan indah,
kau bacakan saja protesmu pada sampah-sampah masyarakat,
pada kereta di belakang rumahmu.
 
Kalau tak ada yang membutuhkan dan merasakan,
kau bacakan saja protesmu pada kaca di tembok kamarmu,
pada asap rokok yang ngebul di sekitaran mukamu.
 
Memang begini, kawan,
sebuah kenyataan.
Kita boleh saja memilih harapan, berideologi,
tapi kenyataan tak sanggup kita kecilkan dan kesampingkan.
Sebuah protes, dewasa ini,
tak lebih keren dari sampah plastik yang ditumpuk di belakang balai desa,
dan kenyataan akan protes hanya sebatas kata-kata yang dipenjarakan orang-orang di sekitaran kita.
 
Memang begini, kawan,
sebuah kehidupan.
Orang selalu berkata soal kemakmuran, kesejahteraan, keadilan, keindahan,
tapi tak lebih mewah dari sepiring nasi dan sayur basi
yang kita makan tadi pagi.
 
Ah, kalau tak ada yang mau mendengarkan protesmu itu,
bolehlah kau bacakan di malam nanti,
di saat kau dan aku menertawakan semua kehidupan.
Ya, kesadaran akan penjara kehidupan amat pelik,
tapi kalau menyerah untuk apa protesmu dipertahankan, kawan?
 
Kalau tak ada yang mendengarkan dan memperhatikan,
kau bacakan saja protesmu di sini,
di saat kau dan aku menertawakan penjara keadaan!
 
Belakang UIN Jakarta, 2022

Miskin Memang Sialan, Tapi Menyerah Lebih Bajingan

Bukankah semuanya begitu, sayangku?
Bukankah hidup terus berputar
dan jutaan kejutan hidup datang dan pergi sesukanya?
Bukankah keadaan hanya kemampuan rasa
yang sebisa-bisanya kita nikmati?
Bukankah miskin hanya soal waktu
yang entah kapan selesainya?
Bukankah begitu, sayangku?
 
Akankah kau mengerti
kalau buku dan mulut motivator
hanya meninggalkan utopia di ujung matamu?
Akankah kau paham
bahwa kata-kata hanya meninggalkan harapan,
dan kenyataan melahirkan kenyataan?
Akankah semua itu kau sadari dengan serius?
 
Ah, semua hanya pengulangan!
Miskin dan kaya hanya begitu, sayang.
Kalau kita miskin, tetap sabar,
tetep berjuang dan jangan menyerah.
Kalau kita tidak miskin, tetap membantu,
tetap dermawan.
Tapi jangan mimpi siang bolong, sayang!
Miskin memang kenyataan, memang sialan
tapi kalau kita menyerah itu lebih bajingan!
 
Ciputat, 2022

Aku Mencintai Diriku Sendiri

Aku cinta pada diriku sendiri.
Pada diriku yang kauciptakan
ketika malaikat meragukan kehendakMu.
Pada diriku yang kauciptakan
ketika iblis menolak kehadiranKu.
Pada diriku yang kaubuang dari sorga
ketika godaan iblis menyesatkan diriku.
 
Masya Allah.
Aku mencintai diriku sendiri.
Sungguh mustahil aku mencintai selain diriku.
Karena semua yang di luar diriku hanya kujadikan jalan mencintai diriku sendiri.
 
Masya Allah.
Tiada hidup dan mati yang kutuju untuk mencintai diriku.
Tiada sujud untuk mencintai diriku.
Tak ada ruku' untuk mencintai diriku.
Tiada cahaya untuk menerangi cintaku pada diriku sendiri.
Tidak ada kekuasan yang berkuasa atas cintaku pada diriku sendiri.
 
Masya Allah.
Alam semesta berjalan seperti biasanya.
Namun aku selalu cinta pada diriku sendiri.
Pada kebahagiaan,
ketika kutolak kesedihan hidupku.
Pada kenikmatan,
ketika kutolak kesengsaraan hidupku.
Pada kedamaian,
ketika kutolak peperangan hidupku.
Pada kesejahteraan,
ketika kutolak semua ancaman hidupku.
Pada kejujuran,
ketika kutolak kebohongan.
Pada ketaatan,
ketika kutolak keingkaran.
 
Buset!
Sudah kukatakan
dan tekankan berjuta kali:
Aku mencintai diriku sendiri.
Aku mencintai hidup yang mewah nan megah.
Aku mencintai hidup yang sehat dan menolak sakit.
Aku mencintai hidup yang sempurna.
Aku mencintai hidup yang selalu berada di jalan kenikmatan.
 
Masya Allah.
Aku tak mencintai siapa-siapa.
Aku hanya mencintai diriku sendiri.
Mana mungkin aku akan peduli
pada persoalan,
pada masyarakat,
pada lingkungan,
pada segala putaran hidup di dunia.
Karena waktu hidupku
hanya kuhabiskan
untuk mencintai
diriku sendiri.
 
Astagfirullah.
Aku cinta pada diriku sendiri.
Mana mungkin aku cinta pada selain diriku.
Tak peduli bulan meleleh
atau neraka masa depan yang menakutkan.
Karena sudah kupastikan
cintaku pada diriku
utuh dan sempurna.
 
Ciputat, 2020

Puisi-puisi Ahmad Rizki lainnya:

 Ditulis oleh Ahmad Rizki. Saat ini sibuk menggelandang, membersamai, dan menikmati hidup di sekitran Ciputat. Beberapa puisi omong kosongnya kebetulan termaktub di media daring dan cetak. Buku puisi yang terlanjur terbit, Sisa-Sisa Kesemrawutan (2021) &Sebuah Omong Kosong Cinta Masa Remaja (2022). Informasi lebih lanjut dapat ditilik melalui Instagram ah_rzkiii.

About the Author

Ruang Bertukar Pikiran, Kenangan, dan Kegelisahan

Post a Comment