Sebuah Ciuman dan Kasidah Sepi | Puisi-Puisi Ahmad Rizki

Sewajarnya ini tak bisa kita tafsirkan. Kau dan aku hanya menikmati -terlanjur memiliki koneksi Kenikmatan. Puisi-Puisi Ahmad Rizki.
 

Sebuah Ciuman

Sewajarnya ini tak bisa
kita tafsirkan.
Kau dan aku
hanya menikmati
-terlanjur memiliki koneksi
Kenikmatan.
 
“Ini sihir!” katamu
Tidak! Ini alkimia
atau udara sejuk yang
mengudara dalam jiwa.
 
“Ini lezat dan terukir,”
katamu mengulanginya lagi
“Ah, apa saja namanya,
ini telanjur milik kau.
Tidak, maksudku milik bedua,”
sahutku menghentikan bibirmu.
 
Semestinya tak kujawab pernyataan itu.
Kau dan aku terjebak alkimia
yang beriringan tumbuh
--karena kau menyiramiku,
aku menyiramimu,
kita tak pernah saling mengetahui:
Hanya asyik atau pasrah,
menikmati iramanya.
 
Ciputat, 2023

Tiga Ungkapan

Andai kauingat Ciputat, kasih
cinta itu melecehkan iman.
Sadarlah
itu milik bersama,
walau kita berdua pasti celaka
untuk menghindari kenangannya.
Ingatlah puisi
dan kenapa ia sangat diasingkan manusia.
Kita merdeka-menderita di dalamnya
walau kau terlalu bego untuk sebuah kesadaran
 
Gembiralah segera dan lupakan yang lainnya
Ciputat ada di antara kita berdua
seperti setetes estetika semu makna puisi
walau penyair-penyair kadang bermuka dua
dalam menciptakan kehidupan puisi yang sejati.
 
Andai kauingat Ciputat, kasih
cinta itu terbakar
di dalam jiwanya.
Rasakanlah,
itu milik bersama.
Walau kadang seolah tak butuh hadirnya
untuk kita terima
di alam dunia.
 
Ciputat, 2023

Mata Biru

Saling bertatapan dua mata biru
dua mata itu saling malu-malu
keinginan mengalir di darahmu, di darahku
dan dua mata itu rindu,
dua mata itu tak kenal waktu
 
Saling bertatapan dua mata biru
dua mata itu saling menipu
bahagia-sedih bercampur satu
dan dua mata itu saling bisu,
dua mata itu terjebak ragu-ragu.
 
2023

Aku Mencintaimu

Aku mencintaimu
seperti lagu tidur anak-anak.
Ingatkah kau lagu itu?
Lagu-lagu yang menidurkan
jiwa kau dan aku.
 
Aku nyanyikan lagu
di kosong kamar itu
dan tertinggallah aroma
bibirmu, rambut hitammu,
biru matamu, gemulai tubuhmu
di segenap puisiku,
di belantara asap rokokku.
 
Aku mencintaimu
seperti lagu tidur anak-anak itu
tapi anggaplah kejadian ini
masih terhitung lamanya
dan maukah kau ingat lagu itu?
 
Jakarta, 2018

Kasidah Sepi

Datanglah ia memelukku,
tanpa suara dan aba-aba
dan tentang hal itulah
ia kusebut sepi
menukiklah ia di jiwaku,
tanpa bahasa dan suatu apa
dan akan halnya itu ia kukatakan sepi
gugurlah ia di hatiku
tanpa tujuan dan cita-cita
dan sebab itulah ia kusebut sepi
menggeliatlah ia di hidupku,
tanpa waktu di setiap peristiwa
dan kerna itulah ia kunamai sepi.
 
2023

Puisi-puisi Ahmad Rizki lainnya:

 
Ditulis oleh Ahmad Rizki. Lahir di Tangerang 1999. Alumnus Sastra Indonesia, UNPAM. Saat ini tengah sibuk menggelandang, membersamai, dan menikmati hidup di sekitran Ciputat. Beberapa puisi omong kosongnya kebetulan termaktub di media daring dan cetak. Buku puisi yang terlanjur terbit, Sisa-Sisa Kesemrawutan (2021) dan Sebuah Omong Kosong Cinta Masa Remaja (2022). Informasi tambahan dapat ditemui di kanal Instagram @ah_rzkiii
 

About the Author

Ruang Bertukar Pikiran, Kenangan, dan Kegelisahan

Post a Comment